Harga TBS Naik-Turun, Ini Penjelasan Disbun Kaltim
Samarinda – Harga penjualan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di kalangan petani mengalami kenaikan dan penurunan yang signifikan dalam beberapa pekan terakhir. Hal itu tidak terlepas dari kondisi global, terkait dengan harga minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) di pasar internasional. Konsumsi CPO oleh negara-negara importir, juga mempengaruhi naik turunnya volume ekspor CPO dari Indonesia.
Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) melalui Penyuluh Ahli Muda Disbun Kaltim, Laseman menjelaskan, kondisi menurunnya harga TBS disebabkan oleh penuhnya tangki-tangki penyimpanan CPO di perusahaan. Hal tersebut membuat pembelian TBS oleh petani tidak terserap optimal. Namun ia menjamin, pemerintah daerah terus berupaya menjaga stabilisasi harga TBS ditingkat petani lokal melalui penetapan harga TBS yang ditetapkan oleh Tim Penetapan Harga TBS Kaltim.
Ia membeberkan Tim penetapan itu, berdasarkan SK Gubernur yang terdiri dari pemerintah provinsi dalam hal ini diwakili oleh dinas perkebunan, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI), Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), koperasi, dan 41 Perwakilan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang beroperasi di wilayah Kaltim. Proses penetapan harga TBS ditetapkan dua kali dalam sebulan. Semakin sering penetapan harga TBS dilakukan, maka akan semakin mendekati dengan harga riil di lapangan sesuai kebutuhan produksi dan penjualan CPO.
Penetapan Harga TBS Periode 1 - 15 Juli 2022
Lanjut ia tambahkan, penetapan harga TBS cenderung stabil. Tidak meningkat atau menurun signifikan. Sehingga, para petani yang menjual TBS berdasarkan penetapan harga ini, cenderung aman. Hanya saja, Laseman mengakui harga TBS berdasarkan penetapan dari pemerintah, hanya berlaku bagi kebun sawit yang bermitra dengan perusahaan. Sementara bagi kebun mandiri dan petani yang menjual TBS kepada pengepul, akan mengikuti harga pasar.
“Harga TBS berdasarkan penetapan, itu stabil. Rata-rata di harga Rp 2 ribu sampai Rp 3 ribu. Tapi kalau yang mandiri tidak bermitra, itu memakai harga pasar. Artinya hanya kesepakatan antara petani dan pengepul, “kata Laseman saat ditemui oleh Tim Diskominfo Kaltim di ruang kerjanya.
Menurut Laseman, penerapan harga pasar memang bisa sangat menguntungkan bagi petani, jika harga TBS sedang meningkat. Harganya bahkan bisa mencapai Rp 4 ribu per TBS. Namun, jika harga sedang menurun, juga akan sangat merugikan bagi petani. Karena harganya yang akan menurun tajam.Yakni, bisa sampai Rp 600 rupiah per TBS.
Teks foto: Penyuluh Ahli Muda Disbun Kaltim, Laseman
Oleh karena itu, Laseman mengimbau kepada para petani kelapa sawit untuk bermitra dengan perusahaan agar mendapatkan harga TBS yang stabil. Untuk menjadi kebun mitra perusahaan ini, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Di antaranya lahan perkebunan harus clean and clear, tidak boleh dikavlingkan dan tidak masuk kawasan hutan. Kemudian, benih tanaman kelapa sawit harus bersertifikat, pekebun harus tergabung dalam gabungan kelompok tani (Gapoktan), dan memiliki lembaga berbadan hukum seperti koperasi atau Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).
Dalam kesempatan yang sama, Pelaksana Bidang Usaha Disbun Kaltim, Muhammad Bisma Anshory memaparkan, penetapan harga TBS diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01/PERMENTAN/KB.120/1/2018 Tentang Pedoman Penatapan Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun.
Dalam proses penetapan harga TBS, tambahnya dibutuhkan data-data yang menjadi komponen perhitungan. Diantaranya meliputi TBS pekebun yang diolah, volume dan harga jual CPO per kilogram (kg), volume dan harga kernel per kilogram (kg), biaya angkut CPO dan kernel, biaya pemasaran, biaya olah, dan biaya penyusutan pabrik, urainya.
“Jadi kami tidak sembarangan dalam penetapan harga. Ada aturannya dan data-data yang riil dari perusahaan,” pungkasnya.
Bisma menjelaskan, saat ini ada sebanyak 92 perusahaan pabrik kelapa sawit (PKS) yang beroperasi di Kaltim. Sebanyak 50 persen di antaranya menjadi anggota tim penetapan harga TBS. Sementara serapan TBS oleh PKS di Kaltim, terpakai rata-rata 45 ton hingga 60 ton per jam. (KRV/pt)