Hadi: PUG Beri Semangat Perempuan dan Laki-Laki Dalam Berkarya
Hadi: PUG Beri Semangat Perempuan dan Laki-Laki Dalam Berkarya
Samarinda - Pengarus Utamaan Gender (PUG) bukanlah suatu program atau kegiatan melainkan suatu strategi pembangunan untuk mencapai suatu keadilan dan kesetaraan.
"Kita semua memberi kesempatan laki-laki dan perempuan untuk berkarya, konteksnya bukan laki-laki dan perempuan tapi konteksnya kompetensi,"kata Wakil Gubernur Kaltim H Hadi Mulyadi pada awak media usai mengadiri Sosialisasi Kebijakan Pelaksanaan PUG di Perguruan Tinggi se Kaltim, Selasa (19/7).
Oleh kerena itu, laki-laki dan perempuan harus meningkatkan kompetensi, caranya dengan belajar, sekolah secara formal atau kursusnya yang bisa meningkatkan kompetensi.
Selain itu, konteks PUG memberikan semangat dan motivasi pada seluruh masyarakat agar dalam berkarya dan bekerja tidak peduli laki-laki dan perempuan.
Hadi menilai, Kaltim sangat luar biasa banyak perempuan Kaltim yang memberikan karya yang hebat untuk Kaltim dan Indonesia.
Lanjutnya, salah satu kerja keras hari ini adalah mengumpulkan perguruan tinggi untuk menjadikan PUG jadi salah satu agenda dalam membangun bukan soal laki-laki dan perempuan tapi memberikan semangat.
"Sering kali kita temukan dalam kenyataan perempuan ini kalah semangat kalau dia berhadapan dengan pesaingnya,"terangnya.
Selanjutnya PUG, memberikan semangat dalam bekerja, mau laki-laki ataupun perempuan yang terpenting punya kompetensi.
Perempuan harus bekerja keras, bahkan kerja keras bukan sekedar untuk PUG tapi untuk semua sektor kehidupan.
"Karena kerja keras harus menjadi warisan anak cucu kita,"tururnya.
Sementara Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita menngungkapkan PUG dilaksanakan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Perguruan tinggi sebagai replikasi mini sebuah masyarakat yang memiliki system yang cukup strategis untuk proses penanaman nilai nilai kesetaraan gender guna membangun integritas kemanusiaan sekaligus kebangsaan indonesia yang berkeadilan.
Dilaksanakan kegiatan ini menurutnya karena masih adanya kesenjangan gender berupa marginalisasi, sub ordinasi, styreotype, double boarden dan violence atau kekerasan seksual di lingkungan Kampus menjadi isue dan sangat menghawatirkan, perlu di carikan solusi karena melanggar Hak Asasi Manusia.
Kegiatan dilaksanakan melalui hybride 18 Perguruan Tinggi di sekitar Samarinda dan 24 Perguruan Tinggi secara Offline dari Kabupaten Berau, Paser, Kutai Kartanegara, Kutai Timur dan Kota Balikpapan dan Kota Bontang.
Menghadirkan narasumber dari Koordinator Asosiasi Pudsat Studi Wanita Gender Indonesial Regional Kalimantan dan Kepala PPG SKSG Universitas Indonesia. (Prb/ty).