Berita

Perayaan Lom Plai: Mengungkap Kebudayaan dan Tradisi Wehea di Kutim

  •   Bagus Setiawan
  •   21 April 2024
  •   3:10pm
  •   Berita
  •   516 kali dilihat

Kutim - Pesta Adat dan Budaya Wehea Lom Plai yang digelar di Desa Nehas Liah Bing, Kecamatan Muara Wahau, dihadiri Pj Gubernur Kalimantan Timur Akmal Malik dan Bupati Kutai Timur Ardiansyah Sulaiman dan disambut ritual adat oleh tokoh adat Wehea. (20/4/2024).

Lom Plai merupakan pesta syukur panen padi yang selalu dilaksanakan oleh masyarakat adat Wehea setiap tahun. Lom Plai adalah kegiatan bersama 6 desa di kawasan Wehea. Enam desa itu adalah Desa Liaq Leway, Desa Bea Nehas, Desa Nehas Liang Bing, Desa Long Wehea, Desa Diaq Lay dan Desa Dea Beq.

Hari ini merupakan acara puncak Lom Plai atau juga dikenal dengan sebutan  Bob Jengea.

Setelah itu, rombongan Pj Gubernur Akmal Malik dan Bupati Ardiansyah langsung bergegas mengikuti kegiatan Tiaq Diaq Jengea. Satu ritual dimana warga turun ke pondok darurat di tepi Sungai Wahau. Makna sesungguhnya dari Tiaq Diaq Jengea adalah pembersihan kampung oleh para perempuan adat Wehea. Ritual pembersihan kampung ini disebut  Embos Min.

Embos Min dimaksudkan untuk membuang segala kesialan dan kejahatan yang ada di dalam kampung.

Saat mereka berjalan ke arah hulu atau hilir kampung tidak ada satu pun yang boleh melintas baik itu hewan mau pun manusia, sehingga warga masyarakat diarahkan ke tepi sungai.

Selama berada di tepi sungai, masyarakat disajikan beberapa atraksi. Antara lain Plaq Saey atau lomba dayung perahu antardesa Wehea. Diikuti oleh pria dan wanita.

Lomba ini diikuti 4 desa, yaitu Desa Diak Lay, Desa Long Wehea, Desa Dea Beq dan Desa Nehas Liah Bing.

Masyarakat juga ditampilkan tarian adat oleh muda-mudi setempat dari atas rakit. Ada pula atraksi.

Setelah menyaksikan pertunjukan di Sungai Wahau Pj Gubernur Akmal Malik juga mendatangi Eweang Puen atau rumah adat besar yang berada di hilir kampung untuk menyaksikan ritual adat Mengsaq Pang Tung Eleang.

Mengsaq Pang Tung Eleang merupakan ritual yang menjadi penanda bahwa masyarakat sudah boleh Bea Mai Min atau naik ke kampung dari jengea (pondok darurat).

Proses ritual Mengsaq Pang Tung Eleang yaitu seorang ketua adat akan disiram oleh seorang gadis, kemudian ketua adat mendahului naik dan akan diikuti oleh masyarakat.

Setelah itu acara dilanjutkan dengan Pengsaq dan Peknai. Pengsaq artinya siram-siraman dan Peknai artinya pemberian arang di wajah. Orang-orang yang disirami dan diberi arang diwajahnya tidak boleh marah. Ada pun aturan dalam pengsaq dan Peknai adalah tidak boleh menyirami atau memberi arang pada wajah orang yang memiiki bayi atau memberi arang pada wajah orang yang sakit.