Berita

Melalui Provinsi Kaltim, Indonesia Jadi Negara Asia Pasifik Pertama Terima Pengakuan Aksi Iklim Bank Dunia

  •   Khajjar Rohmah
  •   9 November 2022
  •   5:14pm
  •   Berita
  •   692 kali dilihat

Samarinda – Indonesia semakin memantapkan langkahnya sebagai negara yang berkomitmen pada penanggulangan perubahan iklim. Melalui Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Indonesia menjadi negara pertama di kawasan Asia Timur Pasifik yang menerima pembayaran dari program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) Bank Dunia.

Pembayaran tersebut diberikan untuk kegiatan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan atau Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) di Provinsi Kaltim.

Indonesia telah menerima pembayaran pertama sebesar USD 20,9 juta atau senilai Rp 320 miliar dari komitmen pembayaran berbasis kinerja skema FCPV-Carbonfund sebesar USD 110 juta untuk pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan yang terverifikasi.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menjelaskan, pembayaran pertama tersebut mencakup 13,5 persen dari emisi yang dilaporkan oleh Pemerintah Indonesia pada periode monitoring 2019-2020. Pembayaran secara penuh akan diberikan setelah finalisasi verifikasi oleh pihak ketiga (auditor independen) selesai dilakukan.

Pembayaran pertama senilai Rp 320 miliar itu, akan digunakan sesuai dengan rencana yang tercantum pada Dokumen Benefit Sharing Plan (BSP) yang telah disusun oleh Pemerintah Indonesia dan disampaikan ke FCPF pada Oktober 2021.

Mengacu pada dokumen tersebut, pembagian manfaat akan diberikan secara konsultatif, transparan, dan partisipatif untuk memastikan bahwa semua pemangku kepentingan terkait dapat memperoleh manfaat dari pembayaran pengurangan emisi.

Dana dari program FCPF Bank Dunia ini akan diberikan kepada pihak-pihak yang berkontribusi pada kegiatan pengurangan emisi di Provinsi Kaltim. Baik dari level pusat, Pemerintah Daerah, sampai ke level masyarakat.

"Program ini memberikan peluang bagi pemerintah, organisasi masyarakat sipil, sektor bisnis dan masyarakat untuk bersama-sama melindungi hutan Indonesia dan menjadi pengakuan atas keberhasilan Indonesia dalam mengurangi deforestasi dan degradasi hutan," ujar Siti Nurbaya saat menghadiri Forum Paviliun Indonesia. Acara tersebut digelar bersamaan dengan Conference of The Parties ke-27 (COP 27), The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Sharm El Sheikh Mesir, Selasa (8/11/2022).


Ia juga menjelaskan, pemerintah melalui KLHK terus berkomitmen mengelola hutan Indonesia secara berkelanjutan. Untuk mencapai target pengurangan emisi, mengatasi dampak perubahan iklim, dan menempatkan Indonesia di jalur pembangunan hijau.

Pengurangan emisi di Kalimantan Timur, menurutnya  berhasil dicapai melalui beberapa perubahan kebijakan. Termasuk peningkatan tata kelola dan pemantauan hutan, restorasi ekosistem seperti pada lahan gambut dan mangrove, moratorium secara permanen untuk konversi lahan gambut dan hutan primer, program-program untuk memberikan kejelasan terkait kepemilikan lahan, serta mendorong penghidupan bagi masyarakat pedesaan melalui program perhutanan sosial pemerintah dan kemitraan di sekitar kawasan konservasi.

Sementara itu Gubernur Kaltim, Ir. Isran Noor mengatakan bahwa masyarakat adalah jantung dari pengelolaan lahan dan hutan yang berkelanjutan. Dengan adanya pengakuan kinerja ini pihaknya akan memastikan bahwa semua pihak mendapatkan manfaat, terutama masyarakat setempat, termasuk masyarakat adat.

"Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menerbitkan Peraturan Gubernur No. 33 tahun 2021 tentang mekanisme bagi hasil penurunan emisi di Kaltim, agar memastikan manfaat dapat tersampaikan kepada penerima manfaat terutama kelompok masyarakat adat dan penduduk desa," kata Isran saat menggelar Expose dan Press Conference FCPF - Carbon Fund di Ballroom Hotel Grand Senyiur Balikpapan, Selasa (8/11/2022).



Sebelumnya Indonesia juga telah menerima pengakuan dari Norwegia dalam bentuk Result Base Payment atau kontribusi tahap pertama berbasis hasil sebesar  USD 56 juta yang akan diarahkan untuk mendukung implementasi berkelanjutan Rencana Operasional FOLU Net Sink 2030 Indonesia.

Kontribusi tahap pertama berbasis hasil ini adalah untuk pengurangan emisi yang telah diverifikasi secara independen sebesar 11,2 juta ton dari pengurangan deforestasi dan degradasi hutan Indonesia pada tahun 2016/2017. Indonesia terbukti berhasil menurunkan deforestasi ke tingkat paling terendah selama dua dekade, menjadi 114 ribu ha per tahun pada 2019-2020 dan 2020-2021. (KRV/pt)

 

Sumber: Detik.com