Berita

Bersama WWF Indonesia, DKP Kaltim Beri Pemahaman tentang Pedoman Praktik Terbaik Interaksi dengan Hiu Paus

  •   Ceppy
  •   29 Mei 2024
  •   10:52pm
  •   Berita
  •   319 kali dilihat

 

Talisayan - Melakukan praktik terbaik berarti menjalankan suatu usaha yang menguntungkan secara finansial, namun juga sekaligus sadar akan lingkungan. Pemahaman ini yang ingin diberikan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kaltim bersama dengan World Wide Fund (WWF) For Nature Indonesia kepada masyarakat pesisir Berau dan sekitarnya.

 

Sunario Sasmito selaku Marine Tourism and Community Officer for Derawan MPA WWF Indonesia menjelaskan bagi operator-operator pariwisata hiu dan pari, hal tersebut berarti memiliki model usaha yang mencangkup beberapa hal penting.

 

Pertama, beroperasi dengan memenuhi standar keselamatan. Kemudian, upayakan pula untuk meminimalisasi dampak pada spesies-spesies baik target dan habitatnya.

 

Selanjutnya, yaitu dengan membangun hubungan baik dengan sesama masyarakat lokal. Tak ketinggalan yaitu memiliki budaya yang selalu memperbaiki diri dan taat kepada peraturan.

 

Hal ini disampaikannya saat menjadi salah satu narasumber dalam agenda Lokakarya Jenis Ikan dan Biota Laut yang dilindungi di Kecamatan Talisayan Kabupaten Berau, 29-30 Mei 2024.

“Sangat penting bagi kita untuk menjaga kelestarian Hiu Paus terutama di Perairan Berau. Mengingat, Perairan Berau memiliki fungsi sebagai area pertumbuhkembangan dan mencari makan bagi hiu paus juvenil (belum dewasa),” jelas pria yang akrab disapa Rio ini.

 

Rio yang juga lulusan Fakultas Kehutanan Universitas Mulwarman Samarinda ini turut menerangkan bahwa Hiu Paus berfungsi sebagai penyeimbang kesuburan di perairan Berau.

 

“Data yang dipaparkan per Maret 2023, diketahui Hiu Paus yang ada di perairan Bumi Batiwakal ini yaitu didominasi oleh Pejantan sebanyak 110 ekor dan Betina sebanyak 7 ekor,” imbuhnya.

 

Keberadaan spesies ini kian terancam dengan adanya banyak aktivitas wisata yang tidak bertanggung jawab, Aktivitas Perikanan yang tidak ramah, serta Pencemaran Lingkungan.

 

Para peserta  (masyarakat pesisir) yang terdiri dari berbagai kelompok mulai dari Kelompok Nelayan, Pokdarwis dan Pokmaswas serta pemandu (guide) lokal dibekali panduan berinteraksi dengan Hiu Paus baik di darat sebelum beraktivitas wisata, maupun saat bertemu dan berinterkasi dengan spesies ikan terbesar ini, hingga saat penyandaran perahu ke bagan sesudah wisata.

 

“Harapannya para peserta yang telah diberi pemahaman pada kegiatan ini dapat menyampaikan kepada masyarakat yang lain dan khususnya kepada para wisatawan yang berkunjung dan berwisata,” sambungnya.

 

Hal ini diharapkan dapat memperkuat kesadaran akan pentingnya perlindungan hiu paus dan mempromosikan praktik-praktik berkelanjutan dalam interaksi manusia dengan spesies yang terancam punah ini. (cpy/pt)