Bahasa Baku Tetapi Tidak Kaku Jadi Opsi Instansi Pemerintah Sampaikan Informasi
Samarinda - Penggunaan bahasa menjadi penting untuk diperhatikan, terutama kaitannya dengan penyampaian informasi oleh suatu instansi pemerintah kepada masyarakat di media sosial.
Terlebih komunikasi publik saat ini merupakan isu yang menonjol di Indonesia. Bahkan Presiden RI, Joko Widodo dalam rapat terbatas baru-baru ini menyoroti komunikasi publik instansi pemerintah, yang mana dalam hal ini Ia menegaskan agar komunikasi pemerintah kepada masyarakat dapat menimbulkan optimisme dan ketenangan di masa pandemi Covid-19.
Ivan Lanin selaku Direktur Utama Narabahasa mengatakan bahwa bahasa baku tetapi tidak kaku dapat menjadi opsi untuk instansi pemerintah dalam memanfaatkan media sosial. Sehingga, informasi yang disampaikan dapat lebih nyaman diterima masyarakat.
“Kita tetap akan menggunakan gaya bahasa yang kita pakai sehari-hari, tetapi kita berusaha untuk melunakannya. Itu yang dimaksud baku tapi tidak kaku,” ujar Ivan dalam Ngopi (Ngobrol Pintar) Vol.5, Kupas Tuntas Jurus Jitu Humas dengan tema “Bahasa Baku Tak Kaku”, Minggu (5/9).
Ivan menyebutkan menyusun wacana merupakan hal utama yang harus dilakukan oleh instansi pemerintah dalam menyampaikan informasi di media sosial. Berikan sentuhan personal wacana tersebut dalam bentuk hiburan, pelibatan atau inspirasi dan pemberdayaan kepada warganet.
Kedua ialah perlunya pemilihan bahasa yang lebih lentur. Dicontohkan olehnya yakni dengan cara menghilangkan atau mengurangi bagian-bagian berupa keterangan yang terletak di awal kalimat atau anak kalimat yang terletak di bagian awal. Kalimat keterangan tersebut misalnya, sehubungan dengan, atau dalam rangka.
Lalu, bisa pula mengunakan 2 (dua) kekuatan yang paling mudah untuk diterapkan, yaitu sapaan dan kata seru.
“Sapaan dan panggilan misalnya, kerabat Nara. Itu merupakan sapaan untuk warganet yang akan membuat mereka merasa lebih dilibatkan. Lalu kita juga bisa menggunakan kata seru, misal yuk atau ayok. Itu adalah kata yang sangatlah seru yang membuat tulisan yang tadinya agak kaku,” jelasnya.
Terakhir, menggunakan emoji atau meme. Namun pemilihannya harus sangat dilakukan dengan hati-hati oleh instansi pemerintah tekannya. Emoji, stiker dan meme yang dipilih ini haruslah wujud dari penerapan bahasa yang sesuai dengan konteks.
“Budaya media sosial itu sangat mengizinkan penggunaan alat komunikasi ini. Jadi kita bisa memakai ini dan cukup diizinkan untuk membuat apa yang kita sampaikan itu menjadi lebih personal atau lebih melibatkan audien kita,” tutupnya. (resa/pt)